Friday, August 28, 2015

Life Story

CERITA AMIR & AMAR

            Dulu aku adalah putra dari seorang pemilik Bank ternama di Mumbai, aku Amir Malik. Ini adalah kisahku.
Aku dilahirkan dikeluarga yang kaya raya, ayahku bernama Reihan Malik, beliau adalah pemilik Reihan Bank yang ada di Mumbai, ibuku Neha Jain beliau pemilik studio Malik Production. Dan aku mempunyai adik yang bernama Amar Malik, usianya beda 1 tahun denganku. Kehidupan kami sangat bahagia sebelum tuan Mukesh mengambil semua nya dariku dan Amar.
Tuan Mukesh adalah sahabat ayah, tapi dia berhianat kepada ayahku. Dia merampas semua yang ayah punya, bahkan dia mengambil nyawa ayah. Mereka terlibat perkelahian besar, dan malam itu juga tuan Mukesh membunuh ayah, tuan Mukesh menembaknya setelah itu dia mengambil semua dokumen berharga di kantor ayah. Dia bilang, dia akan menganti nama kepemilikan Reihan Bank dan Reihan Bank telah menjadi miliknya.
            Aku kira sudah cukup dia membunuh ayah dan mengambil semua milik ayahku, dan yang kami punya hanya studio Malik Production. Ibu menjaga baik-baik studio itu supaya tuan Mukesh tidak merebutnya, tapi usaha ibu sia-sia. Tuan Mukesh datang ke studio Malik production dan menyuruh ibu untuk menjual studio itu padanya, tapi ibu tidak mau. Tuan Mukesh memaksa dan terus memaksa, sampai-sampai tuan Mukesh mengancam akan menculik aku dan Amar. Ibu sangat takut dengan ancaman itu,ibu lalu menjual studio itu pada tuan Mukesh, dalam perjalanan pulang dengan membawa uang cash dari tuan Mukesh, ibu mengalami kecelakan dan harus segera dilarikan kerumah sakit. Saat itu usiaku 14 tahun dan Amar 13 tahun, kami berdua mendapat kabar kalau ibu kecelakaan, dan kami berdua segera pergi kerumah sakit.
Saat kami bertemu dengan ibu, kondisi ibu sangat keritis. Dan aku masih ingat apa yang ibu katakan untuk kami sebelum ibu pergi meninggalkan kami berdua.
            “Amir, Amar ibu sanagat menyayangi kalian berdua. Ibu tidak mau kalau tuan Mukesh sampai
              menyakiti kalian seperti dia menyakiti ibu dan ayah nak. Ibu hanya minta, kalian harus men-
              inggalkan rumah. Pergilah sejauh mungkin, jangan pernah kembali ke Mumbai. Karena
              Mumbai bukanlah tempat yang aman bagi kalian. Di kamar ayah dan ibu ada sebuah
              berangkas, sandinya adalah tanggal lahir Amir. Bawa semua uang dan emas yang ada lalu
              pergi dari sini. Selamatkan diri kalian, ibu sangat menyayangi kalian berdua”
Setelah pemakaman ibu, kami langsung mencari berangkas itu dan mengambil semua emas dan uang yang ada didalamnya. Kami berdua pergi meninggalkan rumah kami, mobil kami, bahkan pendidikan kami. Kami pergi sejauh mungkin dari Mumbai. Kami pergi ke London, dengan uang dan emas yang kami punya, kami memulai hidup baru berdua, ya hanya aku dan Amar, tanpa ayah dan tanpa ibu. Kami berdua sudah mulai tumbuh menjadi pria dewasa, saat usiaku 19 tahun dan Amar 18 tahun kami berdua mulai mencari kerja, karena uang yang kami bawa dari Mumbai sudah hampir menipis. Kami berdua mendapat pekerjaan di tempat yang berbeda, aku mendapat pekerjaan sebagai pelayan restoran dan Amar bekerja sebagai office boy di salah satu stasiun tv ternama di London.
Setiap hari, kami berdua selalu bercerita tentang pekerjaan kami.
            “Hari ini aku sangat beruntung” kataku kepada Amar
            “Kenapa?” tanya Amar dengan rasa penasarannya
            “Aku dapat bonus dari bos, katanya kerjaku sangat bagus”
            “Wow, selamat ya. Hmm, kapan ya aku dapat bonus?” gumam Amar
            “Bersabarlah, bekerjalah lebih giat. Pasti kau juga akan dapat bonus. Eh tapi bukannya kau
              selalu mendapat bonus setip harinya ya?” tanyaku sambil menyindirnya
            “Bonus apa maksudmu Amir?”
            “Kau kan selalu melihat para aktor dan aktris, apa itu bukan bonus?” jawabku
            “Dengar, aku tidak terlalu menyukai artis Hollywood. Jadi ya... biasa saja”
            “Ah kau ini, tapi jika melihat gadis cantik pasti kau suka kan? Ayo mengaku”
            “Kau ini, diamlah hahhaa” kata Amar sambil mencubitku
Hari ini,sudah genap 5 tahun aku dan Amar tinggal di London, tinggal di rumah yang kami beli dengan uang yang mendiang ibu berikan. Tak terasa waktu cepat sekali berlalu. Kami melalui semua hari tanpa ada pelukan dari ayah dan ibu, tanpa ada canda dan tawa mereka, tanpa ada bimbingan mereka. Tapi aku akan buktikan kalau kami berdua bisa melewati semua ini. Aku sangat rindu sekali pada ayah dan ibu, sejak ayah dan ibu dimakamkan kami berdua belum berkunjung lagi ke makam mereka.
Saat aku dan Amar sudah pulang dari tempat kerja, aku mulai bicarakan tentang apa yang sedang aku pikirkan.
            “Amar, apa kau rindu pada ayah dan ibu?”
            Suasana lalu menjadi hening, seperti waktu berhenti disekitar kami
            “Aku sangat merindukan mereka. Kenapa”
            “Aku ingin mengunjungi makam mereka. Kau mau ikut?” tanyaku
            “Apa? Apa kau sudah lupa amanat dari mendiang ibu?”
            “Aku ingat, tapi apa kau tidak mau mengunjungi makamnya walau hanya sekali?”
            “Ya sebenarnya aku ingin. Bagaimana jika tuan Mukesh mengetahui keberadaan kami?”
            “Ini sudah 5 tahun berlalu, kita sudah tumbuh dewasa, wajah kita sudah mengalami
              perubahan. Dia tidak akan mengenali kami Amar”
            “Hmm kau benar juga. Kapan kita akan kesana?”
            “Minggu depan kita berangkat”
            “Oke bos...” kata Amar sambil mengacungkan jempol.
Saat yang ditunggu sudah tiba, aku dan Amar berangkat ke Mumbai. Tapi selama diperjalanan, Amar tidak mengatakan apa pun. Aku tau dia sedang memikirkan sesuatu, tapi aku tidak berani bertanya padanya.
Sampailah kita di Mumbai, tadinya aku hanya akan menginap di hotel karena aku hanya diberi cuti selama 3 hari dan aku harus kembali berkerja. Tapi Amar menyuruhku menyewa rumah,
            “Kita akan tinggal di Mumbai selamanya Amir, untuk sementara kita sewa rumah dulu saja”
            “Apa maksudmu Amar? Bagaimana dengan pekerjaan kita di London?”
            “Lupakan London, karena kita akan balas dendam kepada Mukesh”
            Aku tercengang saat mendengar itu, apa aku bermimpi?
            “Kau serius Amar? Bagaimana caranya?”
            “Aku sudah memikirkan semua itu, tenang saja. Besok ada casting di studio Malik production
              kita harus kesana. Kita harus ikut casting”
Keesokan harinya, tepat jam 8 pagi kami pergi ke makam ayah dan ibu, setelah itu kami pergi ke studio Malik production. Kami mengikuti casting, dan akhirnya kami mendapat peran kecil dalam sebuah film yang berjudul OH MY GOD! Yang di produseri oleh tuan Mukesh.
Minggu depan kami melakukan syuting di lapangan, kami sangat menikmati peran kami. Hingga akhirnya, aku melihatnya datang dilokasi syuting, ya.. dia, dia yang membunuh ayahku, tuan Mukesh.
Selesai syuting, kami mengambil bayaran kami dan ternyata lumayan juga, kami mendapatkan bayaran sebesar 50 Rupee sekali syuting, dan ternyata Mukesh menyukai acting kami, dan dia ingin memakai kami di sinetron kejar tayangnya.
Ini adalah kesempatan kami untuk menghancurkan Mukesh.
Sekarang kami sedang syuting episode yang ke 100 di lokasi, dan Mukesh sedang merayakannya bersama dengan yang lainnya. Ini adalah kesempatanku untuk mendapatkan semua dokumen-dokumen Reihan Bank, aku dan Amar menyusup ke ruangan Mukesh dan kami menemukan berangkas besar, berangkas yang digunakan ibu untuk menyimpan kontrak-kontaknya. Aku tau sandinya jika Mukesh belum merubahnya, yaitu tanggal lahirku 231296. Aku mencobanya, dan ternyata berhasil. Dan dugaan Amar benar, kalau dokumen-dokumen penting dari Reihan Bank disimpan disini. Aku segera memasukan dokumen itu ke tasku, tapi
            “Astaga, CCTVnya” ujar Amar
Aku langsung mematikan CCTVnya dengan cara memutuskan semua kabelnya. Setelah kami mendapatkan semua nya, kami kembali ke pesta perayaan syuting episode ke 100 itu. Kami pulang larut malam, dan setelah sampai dirumah kami melihat-lihat dokumennya. Dan benar saja, Mukesh berbohong pada kami, Reihan Bank masih milik ayah. Dia tidak akan bisa membalik namakan Reihan Bank atas namanya karena tidak ada tanda tangan persetujuan dari ayah, maka dari itu dia menyimpan semua dokumen nya di studio supaya orang bank tidak mengetahuinya.Kami sengaja membuka rekening baru di Reihan Bank, dan ternyata karyawannya masih sama, meskipun semua Tellernya sudah di ganti, tapi aku masih ingat beberapa karyawan yang setia kepada ayah. Aku ingat satu nama, dia juga sahabat ayah yaitu paman Kris. Aku dan Amar meminta untuk bertemu dengan beliau, dan ternyata beliau masih mengenali kami berdua.
            “Amir, Amar? Apa ini benar-benar kalian?”
            “Iya paman, ini kami” kata Amar”
            Paman Kris langsung memeluk kami sambil menangis
            “Kemana saja kalian, aku kira kalian sudah mati dibunuh oleh Mukesh”
            Aku menceritakan semuanya kepada paman, dan aku juga menceritakan rencana kami untuk
            balas dendam terhadap Mukesh. Dan paman Kris siap untuk membantu kami.
Aku, Amar dan paman Kris menuju ke ruang kontrol. Kami melihat rekaman saat ayah dibunuh oleh Mukesh. Dan akhirnya kami mendapatkan itu, aku segera mengcopy rekaman itu ke flasdisk milikku dan segera keluar dari ruangan itu.
Lalu kami memutuskan untuk pulang kerumah. Aku dan Amar mengumpulkan semua bukti itu untuk diserahkan kepada polisi.
Keesokan harinya, kami kembali ke lokasi syuting. Dan kami tidak menyangka keadaannya akan seperti ini. Mukesh marah besar karena semua dokumen Reihan Bank hilang, sampai-sampai syuting pun tidak jadi dilakukan. Aku tau Mukesh sangat bingung, karena dia tidak berani melaporkannya ke polisi.
Aku dan Amar segera ke kantor polisi, kami pun di introgasi dengan beberapa pertanyaan. Polisi pun meminta izin untuk menggali kuburan ayah, karena mayatnya harus di otopsi.
Setelah semua nya selesai dan semua bukti mengarah kepada Mukesh, polisi mengepung studio Malik production. Dan Mukesh akhirnya di tangkap.
Yang paling penting sekarang Raihan Bank sudah kembali ke tangan kami, dan Mukesh sudah mendapatkan hukuman nya.
Kami kembali kerumah kami, dan kami meneruskan pekerjaan ayah di Reihan Bank..
          

No comments :

Post a Comment