Wednesday, February 18, 2015

Cerpen-Dua Bendera

DUA BENDERA

Pemandangan di pagi hari sangat indah ketika aku membuka jendela kamarku.
Mataku langsung tertuju pada sebuah candi yang bediri megah tepat didepanku. Candi yang banyak dikunjungi wisatawan, candi yang terkenal dengan legenda Ramayana nya. Tentu saja kalian sudah tau kan nama candinya,  ya Candi Prambanan.
Setiap hari minggu pagi aku selalu menyempatkan untuk olahraga lari disekitar Candi Prambanan, tentu saja aku tidak sendiri. Aku bersama dengan adikku Nandita Rai. Kami berdua selalu menghabiskan waktu berdua setiap libur sekolah, Nandita masih kelas 3 SMP dan sebentar lagi akan menghadapi ujian. Aku juga sama, aku kelas 3 SMA dan sebentar lagi aku juga akan menghadapi ujian.
Aku berharap aku bisa lulus dengan nilai yang memuaskan, begitu juga dengan Nandita, semoga dia lulus dengan nilai yang memuaskan dan bisa masuk ke SMA yang dia inginkan.
          Waktu perpisahan pun telah tiba, aku dan Nandita menghadiri acara perpisahan disekolah kami masing-masing. Aku dan Nandita pun lulus dengan nilai yang memuaskan. Dan tentu saja kedua orang tua kami pun bangga pada kami, dan memberikan kami hadiah.
Aku tidak menyangka papa dan mama memberi kami berdua hadiah liburan ke  negara asalnya papa. Kami semua akan liburan ke India. Ini sudah tradisi, setiap satu tahun sekali kami sekeluarga pergi ke India. Disana ada kakek dan nenek dari papa, paman Vinay, bibi Rada, paman Pandu, bibi Neha, si kembar Nakula dan Sadewa, juga saudara perempuanku Kavita.
Aku sangat merindukan mereka, sudah satu tahun lebih aku tidak bertemu mereka. Meskipun aku tidak bertemu mereka, tapi aku sering menelefon mereka, bahkan kami lebih sering mengirim email pada Nakula, Sadewa, dan Kavita.
Dan rasanya aku tidak sabar untuk segera menemui mereka. Tapi aku baru bisa berangkat  4 hari lagi, karena mama harus mendaftarkan Nandita ke SMA.
          Sudah waktunya aku berangkat, aku tidak membawa baju terlalu banyak, karena baju-bajuku masih ada disana. Aku juga tidak lupa membawa kamera kesayanganku, karena aku akan memotret setiap moment bersama mereka. Setelah setengah jam kami menunggu di bandara, akhirnya pesawat yang kami tumpangi pun datang dan akan segera terbang ke India.
Oh sungguh tidak sabar untukku sampai ke India. Keluargaku tinggal di New Delhi, tepatnya di Jaipur. Meskipun hanya sebuah kota kecil, tapi penduduk disana sangatlah ramah. Aku juga punya teman disana, nama temanku Pooja dan Arjun. Kami bertiga berteman sejak kecil, mereka juga seumuran denganku.
Dan setelah satu hari perjalanan, akhirnya aku sampai juga di Bandara Indira Ghandi. Ternyata paman Pandu sudah siap untuk menjemput kami.
“Salam paman. Wah paman terlihat tampan sekali. Dimana bibi Neha (istri paman Pandu)?”
“Bibi mu tidak ikut, dia sedang sibuk mempersiapkan acara untuk menyambut kalian”
“Pandu, tidak usah repot-repot”, kata papa sambil menepuk pundak paman Pandu.
“Kakak, ini kan sudah tradisi. Ayo kita harus segera sampai kerumah. Karena kita akan melakukan sembahyang bersama”, kata paman Pandu sambil menggandeng papa.
Oh tidak, lagi-lagi sembahyang bersama. Aku malas sekali melakukannya. Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah menjadi tradisi dikeluargaku.
Saat kami datang kerumah, kami disambut dengan iringan musik dan nyanyian dengan suara yang merdu dari para nenek. Aku sangat merindukan hal seperti ini. Aku dan Nandita segera mengganti baju untuk melakukan sembahyang bersama.
Dan akhirnya Nakula, Sadewa, dan Kavita pun juga ikut sembahyang bersama kami. Dan setelah sembahyang bersama, kami berlima kehalaman belakang tempat kami biasa berkumpul.
Tentu saja kami berlima mengobrol-ngobrol ria. Aku, Nakula, dan Sadewa umur kami sama. Dan mereka juga sudah lulus SMA. Kami bertiga membicarakan tentang perguruan tinggi pilihan kami. Kami berbicara bahasa Hindi, tapi tenang saja. Aku akan menuliskannya dalam bahasa Indonesia.
“Hai, apa kalian menjadi lulusan terbaik di sekolah?”, tanyaku penasaran.
“Tentu saja Sadewa yang menjadi juara umumnya. Dia meraih nilai tertinggi diantara siswa lainnya”, kata Nakula memuji saudara kembarnya itu.
“Ah bisa saja. Nakula juga menjadi juara 1 dikelasnya. Tentu saja nilainya juga tertinggi diantara teman-temannya”, balas Sadewa.
“Jadi kalian mau kuliah dimana?”
“Universitas of Delhi”, mereka menjawab secara bersamaan.
“Kalau kamu dimana?”, tanya Sadewa.
“Aku tidak tau, aku bingung. Aku sudah memilih jurusannya. Tapi aku belum menentukan tempat kuliahnya”, kataku.
“Kuliah disini saja. Bahasa Hindi, dan tulisan Devanagari mu kan sudah bagus. Pasti kamu mengerti apa yang dosen kata kan dan kamu juga pasti mengerti huruf  Devanagari”, Nakula menyarankanku.
            Aku belum memikirkan soal itu. Entah aku akan langsung kuliah, atau istirahat dulu. Aku mencoba meminta saran dari ayah. Dan ayah bilang, aku akan di kuliahkan di Delhi. Ya aku senang, tapi bagaimana dengan Nandita? Apa dia akan disini bersamaku atau akan pulang meninggalkan aku.
Ah, terserah. Yang penting, sekarang aku akan menghabiskan waktu disini bersama keluargaku. Sungguh hal terindah dalam hidupku.
Hari demi hari kami lalui bersama, bermain basket bersama Nakula, Sadewa, Kavita, dan Nandita.
Olahraga pagi bersama kakek, papa, paman Vinay, dan paman Pandu. Memasak bersama nenek, mama, bibi Rada, dan bibi Neha. Menghadiri acara surya puja bersama. Oh lengkapnya hidupku jika aku bersama mereka.
Tapi sudah satu minggu berlalu. Kami harus pulang, karena Nandita harus mengikuti MOS disekolah barunya. Dan aku juga harus mendaftar ke perguruan tinggi, meskipun aku belum menentukan tempatnya. Rasa nya aneh sekali, tapi mau bagaimana lagi. Aku harus berkemas untuk pulang ke Indonesia. Tapi saat aku berkemas, papa dan kakek datang ke kamarku, entah ada apa mereka berdua kesini. Mungkin ada hal penting yang ingin mereka katakan padaku.
“Kamu mau kemana?”, tanya kakek dengan tersenyum.
“Besokkan aku harus pulang kek, aku harus mendaftar ke perguruan tinggi”.
“Hmmm, bagaimana kalau kamu kuliah disini saja bersama Nakula dan Sadewa?”
“Ide bagus, tapi apa papa dan mama mengijinkanku untuk itu?”, kataku.
“Tentu saja. Papa dan mama sangat mengijinkan sekali. Lagipula kamu yang bilang kan kalau kamu ridndu sekali dengan semuanya yang ada disini? Jadi kami memberikan waktu lebih lama untuk kamu tinggal disini”, kata papa sambil menepuk pundakku.
“Terimakasih papa. Aku sanagt senang sekali. Tapi bagaimana dengan pendaftarannya?”
“Papa dan paman Vinay sudah mendaftarkanmu di Universitas of Delhi, kampus terbaik yang ada di Delhi. Kamu senang kan?”
“Iya pa. Aku sayang papa”.
            Dua hari kemudian papa, mama dan Nandita pulang ke Indoneisa. Dan aku harus bersiap untuk mengikuti test di Universitas of Delhi. Dan tiba waktunya aku melakukan test, aku diterima kuliah disana begitu pun dengan sikembar Nakula dan Sadewa. Di kampus aku bertemu dengan Pooja dan Arjun, kami sudah lama tidak bertemu. Meskipun aku sudah berhari-hari di Delhi, tapi aku baru kali ini bertemu lagi dengan mereka. Saat istirahat kami bertiga ke kantin untuk makan bersama dan tentu saja mengobrol. Aku jadi ingat, dulu kami bertiga selalu menghabiskan waktu bersama. Kami bertiga selalu bermain ditempat rahasia kami. Tapi sekarang entah bagaimana nasib tempat itu. Jika masih ada, aku ingin sekali kesana bersama Pooja dan Arjun.
“Wah, kamu ini sombong sekali ya. Sudah berhari-hari di Delhi tapi tidak mengabariku. Apa kamu sudah lupa? Teman macam apa dirimu ini. Haha” begitulah Arjun mengejekku.
“Eh tenang dulu, mungkin dia sedang sibuk”, kata Pooja.
“Arjun, tentu saja aku tidak lupa. Beberapa hari yang lalu aku sempat ke rumahmu. Tapi katanya, kamu sedang pergi bersama Pooja ke toko buku. Jika aku tau dimana toko bukunya, aku pasti akan menyusul kalian.
Pooja memang benar, aku memang sibuk. Aku sibuk menghabiskan waktu bersama keluargaku. Karena sudah lama aku tidak bertemu mereka”.
“Haha, iya aku mengerti. Lalu dimana Nandita? Apa dia juga disini. Aku sangat merindukannya. Dia itu gadis yang baik, dan pintar”.
“Oh, dia sudah pulang. Dia akan melanjutkan sekolahnya di Indonesia”
“Lalu kapan kamu akan pulang ke Indoneisa?”, tanya Arjun.
“Mungkin jika waktu libur”.
Banyak kebiasaan-kebiasaan yang berubah sejak aku tinggal disini.
Pertama, dimulai dari pagi hari. Biasanya aku bangun jam 6 tapi sekarang aku bangun jam 5 untuk mempersiapkan pemujaan. Dan aku juga menyiapkan sarapan.Tentu saja ditemani nenek, bibi Rada, dan bibi Neha. Sebelum sarapan, kami melakukan surya puja, lalu sarapan dan aku berangkat ke kampus.
Kalau di Indonesia biasanya aku selalu bangun Jam 6, membereskan tempat tidur, mandi, sarapan, langsung berangkat sekolah.
          Kedua, dirumah aku harus memakai Saree (baju khas India), atu Salwar Kamez. Sedangkan di Indonesa, aku bebas memakai baju apa pun tapi tetap sopan. Tapi disini sangat berbeda, anak perempuan harus memakai Saree dan Salwar Kamez. Jujur saja, aku tidak nyaman menggunakan Saree, jadi aku memakai Salwar Kamez saja. Nenek membelikanku banyak baju, tentu saja Saree dan Salwar Kamez. Oh, seperti tidak ada baju lain saja. Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah tradisi. Aku juga sebenarnaya tidak percaya diri saat memakai baju-baju itu.
          Ketiga, di sini aku tidak menemukan makanan seperti di Indoneisa. Aku sudah mempunyai daftar makanan yang akan aku makan setiap harinya, dan tentu saja aku membuat makanannya sendiri. Makanan kesukaanku adalah Chole-chole. Dan cemilan kesukaanku adalah Ladu. Tapi aku rindu masakan mama, dan makanan-makanan di Indoneisa. Biasaya kalau aku sarapan di Indoneisa, bersama mama, papa, dan Nandita menu nya Nasi Goreng, Senwich, Bubur Ayam, atau Soto.
Kalu siang, biasanya aku jajan bakso. Tapi disini tidak ada. Dan malam hari aku biasanya makan kwetiau. Disini ada, tapi rasanya sedikit berbeda dari yang biasanya aku makan.
Ah, apa pun itu aku harus bisa terbiasa dengan semuanya.
          Keempat, di Indonesia aku tidak merayakan hari Holly, hari bunga, dan perayaan-perayaan yang ada di India. Tapi disini, aku bisa merayakannya. Aku merayakan Holly dirumah bersama keluarga besarku. Kami saling melempar bubuk yang berwarna warni. Perayaan tidak hanya terjadi dirumah saja, tapi di kampus juga. Aku, Pooja, dan Arjun juga saling melempar bubuk warna-warni dan saling mengucapkan “Happy Holly”. Dan di sini para pemuda pemudi merayakan hari Bunga. Ada 2 warna bunga yang penuh arti. Warna merah untuk kekasih/untuk menyatakan cinta. Dan warna kuning untuk sahabat.
Arjun memberikan aku bunga yang berwarna kuning, tapi kenapa Arjun memberika bunga yang berwarna merah pada Pooja? Hmmm, mungkin memang mereka sudah pacaran. Baguslah kalau begitu.
Dan satu lagi hal yang tidak ada di Indonesia. Perayaan ulangtahun Vasudev Krishna. Disana aku dan keuargaku pergi ke kuil setelah itu kami dan orang-orang lainnya merayakan ulang tahun Vasudev Krishna disepanjang jalan.
Waktu terasa cepat berlalu, dan tidak terasa sudah 3 tahun aku tinggal di sini. Selama 3 tahun ini aku pernah ke Indonesia 2 kali. Dan sudah hampir 1 tahun aku belum kesana lagi. Kuliahku hampir selesai, aku tinggal menyelesaikan skripsiku. Tapi sekarang aku harus menunda untuk menyelesaikan skripsiku. Karena aku harus menghadiri acara pertunangan kedua temanku Pooja dan Arjun. Mereka akan bertunangan, senang sekali melihat mereka berdua bertukar cincin. Aku juga sempat berpikir, kapan aku akan mempunyai kekasih dan bertunangan seperi Pooja dan Arjun.
Pooja menghampiriku dengan gemericik gelang kaki yang dipakainya. Pooja mengajakku berfoto dengannya dan Arjun. Lengkap sudah rasanya hidup mereka.
Keesokan hari nya aku pergi ke suatu tempat. Aku sengaja tidak memberitahu siapa pun.
Aku pergi ke hutan, hanya untuk melihat pemandangan saja dan untuk menyegarkan otakku yang dibuat gila oleh skripsi. Aku terkejut ketika Pooja memanggilku. Tapi bagaimana dia bisa tau kalau aku ada disini?.
            Akhirnya skripsiku pun selesai, wisudaku tinggal 3 hari lagi.
Dan setelah menunggu selama 3 hari, akhirnya aku menjadi lulusan terbaik di Universitas of Delhi begitu pun dengan saudaraku Nakula dan Sadewa.
Papa datang untuk menghadiri acara wisudaku. Papa sangat bangga padaku. Dan aku berencana untuk mencari pekerjaan di Mumbai.
Aku sudah coba melamar pekerjaan di 2 perusahaan, dan salah satu perusahaan menelefonku lebih dulu. Mereka mengajakku bergabung dengan mereka. Dan aku mulai bekerja disana, selama setahun aku bekerja disana akhirnya aku bisa membeli rumah dengan hasil kerja kerasku selama ini. Dan setiap tanggal 15 Agustus aku selalu mengibarkan bendera kebangsaan India dirumahku untuk memperingati hari kemerdekaan negara ini. Dan setiap tanggal 17 Agustus, aku juga mengibarkan bendera negara Indonesia untuk memperingati hari kemerdekaan negara Indonesia.
Aku sengaja
memajang kedua bendera itu di depan pintu rumahku. Meskipun ukurannya tidak terlalu besar, tapi aku bangga bisa mengibarkan kedua bendera itu.

Dua bendera itu terlihat gagah berkibar, yang satu mempunyai 4 warna kuning jingga, biru, putih dan hijau. Kuning jingga melambangkan keberanian dan pengorbanan, putih melambangkan kebenaran dan perdamaian, sedangkan hijau mewakili kepercayaan, kesuburan, dan biru kesopanan. Yang satunya lagi memiliki 2 warna, merah dan putih yang bermakna Warna merah melambangkan warna yang dapat menahan hawa jahat, sedangkan warna putih melambangkan kebersihan dan kesucian hati ksatria..
Meskipun aku tinggal di India, tapi aku tidak akan melupakan tanah airku yang kaya akan budaya, yang mengajarkanku banyak hal tentang keramahan, sopan santun, dan semuanya.
Aku berjanji, aku akan kembali ke Indonesia. Dan saat aku di Indonesia, aku berjanji aku akan kembali ke India.
Dua bendera itu sekarang telah menjadi harta berharga dalam hidupku, karena didalam keduanya ada keluargaku, karena keduanya telah memberiku banyak pelajaran yang belum tentu bisa aku dapatkan di negara lain

JUWITA DESI DWI RAHAYU HERRY SAPUTRI

Saturday, February 14, 2015

Cerpen-Pemenang



PEMENANG

      Hari ini aku akan menceritakan kisahku. Nama lengkapku Ayu Siwi Ratri.
Dulu aku adalah anak yang malas belajar. Jangankan untuk belajar, menyiapkan buku atau memasukan buku ke dalam tas pun aku malas. Aku memang ingin bersekolah, tapi bukan untuk belajar melainkan untuk bergaya. Disekolah, aku punya gank. Gank ku terdiri dari 5 orang, Lusi, Diana, Maria, Nada, dan aku. Kami berlima sangat hobby shopping. Sampai-sampai anak-anak satu sekolah menjuluki kami berlima shoppaholic. Setiap pulang sekolah aku dan anggota gank ku selalu mampir ke mall untuk belanja, dan tentu saja uang yang kami pakai adalah uang orang tua kami. Saat itu aku tidak peduli berapa banyak uang yang aku pakai untuk belanja. Karena aku berpikir uang orang tua ku tidak akan habis sampai tujuh turunan, haha..
Disekolah aku tidak pernah memperhatikan pelajaran, bahkan saat ulangan pun aku tidak peduli. Mau bisa atau pun tidak, aku sama sekali tidak peduli.
Kebiasaan buruk itu masih aku lanjutkan dikelas 2 SMA.
Sudah berkali-kali orang tua ku dipanggil untuk menghadap kepala sekolah karena nilai-nilaiku yang jelek. Dan sudah berkali-kali juga, orang tua ku menasehatiku untuk belajar, belajar dan belajar. Tapi aku tidak pernah mendengarkannya.
          Orang tua ku mencoba memasukkanku ke beberapa tempat les, tapi aku tidak pernah masuk apalagi mengikuti pelajarannya. Lebih baik aku menghabiskan waktu bersama anggota gank ku ke mall.
Disekolah kami hanya mementingkan penampilan saja, termasuk aku. Meskipun kami satu gank, tapi aku tidak ingin ada satu orang pun yang menyaingi penampilanku.
Aku ingin penampilanku lah yang paling OK diantara siswa lainnya, termasuk anggota gank ku.
Aku tidak mau ada yang menyaingi aku dalam hal penampilan.
Ya untung saja memang tidak ada yang menyaingi aku, termasuk anggota gank ku.
Sempat beberapakali dan beberapa guru bahkan kepala sekolah menegur penampilanku, aku masih ingat saat seorang guru BK (Bimbingan Konseling) menegurku.

“Ayu, saya kan sudah bilang kalau disekolah kamu tidak boleh berdandan berlebihan seperti ini. Itu melanggar peraturan sekolah namanya”, dengan nada tinggi.
“Iya bu”
“Kamu ini dari kelas satu sampai sekarang kelas dua, cuma iya iya aja jawabannya. Tapi mana buktinya? Masih tetep gak ada perubahan kan?”
“Iya bu, mulai besok saya gak akan kaya gini lagi”
“Bagus!”
Aku berkata seperti itu hanya karena aku ingin ibu guru itu pergi meninggalkanku.
Tapi tetap saja, keesokan harinya aku berdandan seperti biasa, memakai hiasan kuku, makeup, dan aksesoris yang berlebihan, yang seharusnya tidak pantas dipakai ke sekolah. Tapi itu lah aku. Selalu mementingkan penampilan.
Tanpa peduli apa kata orang tentang diriku.
         Hingga akhirnya aku kelas 3, aku mulai berpikir untuk masa depanku. Aku berpikir tentang UN (Ujian Negara). Aku sudah berpikir bahwa aku tidak akan lulus dari sekolah ini, dan aku akan mengulang kembali tahun depan.
Oh my god
, sangat memalukan sekali jika aku tidak lulus. Tapi tidak mungkin juga aku belajar sendiri tanpa ada yang mengajariku. Dan tidak mungkin juga aku mengikuti les, karena aku malu. Aku tidak bisa apa-apa dibanding mereka yang bodoh sekali pun.
Huft
, aku memang payah.
Hingga suatu hari aku berpikir bagaimana caranya agar aku bisa mendapat juara dikelasku. Meski pun kedengarannya mustahil bagiku, tapi aku yakin aku bisa.
Sempat aku membuat daftar untuk langkah awalku menjadi anak yang giat belajar.

 

Semoga saja aku bisa memenuhi semua daftarku itu.
Mulai dari yang pertama, berhenti shopping. Hampir setiap hari aku menolak ajakan teman-teman gank ku ntuk shopping dengan alasan yang berbeda, samapai-sampai Maria meledekku.
“Kamu kenapa sih gak pernah ikut shopping lagi sama kita-kita? Ortu kamu bangkrut ya? Hahaha”, Maria sangat senang sekali mengejekku.
“Enak aja, mana ada otu aku bangkrut. Aku Cuma males aja belanja. Lagi pula buang-buang waktu”, kata ku sambil meninggalkan Maria.

          Aku tidak terlalu memikirkan apa yang Maria katakan, dan langkah pertama sudah berhasil.
Lanjut ke langkah kedua, yaitu mengurangi waktu bermain, dan pastinya semua ajakan anggota gank ku untuk bermain aku tolak, dengan berbagai alasan. Aku tidak peduli jika mereka marah padaku. Dan aku juga sempat bertengkar dengan Lusi gara-gara aku tidak mau lagi bermain bersama mereka.
“Ayu, kamu tuh kenapasih? Udah seminggu ini sikap kamu tuh beda banget”, kata Lusi sambil menatapku tajam.
“Maaf, bukannya aku gak mau berteman lagi sama kalian. Aku masih mau ko berteman sama kalian. Bukan nya kalian juga temanku? Ya tapi untuk sekarang, aku udah gak mau lagi shopping-shopping, buang-buang waktu untuk main, apa lagi itu semua kan gak bermanfaat Lus”
What?  Sejak kapan kamu peduli sama waktu?”
“Itu terserah kalian menanggapinya seperti apa. Tapi aku cuma mau jadi diri aku sendiri”, tegasku di depan Lusi
.
Langkah ketiga sudah otomatis aku lakukan. Dengan meninggalkan kebiasaan shoppingku, dan mengurangi waktu bermain dengan anggota gankku, aku sudah jarang bergaul dengan mereka.
Bahkan untuk bicara saja sudah jarang, tapi jika aku bertemu dengan mereka pasti aku selalu menyapanya, meski pun mereka tidak membalas sapaanku. Dan aku sudah terbiasa dengan semua itu. Rasanya separuh dari kebiasaan burukku sudah hilang.
Aku lanjutkan langkah keempat, mendekatkan diriku kepada Allah SWT. Jujur saja, semenjak aku mengenal mereka aku jadi tidak pernah sholat apa lagi mengaji. Aku merasa malu sekali pada diriku, aku telah membuat dosa yang besar dengan meninggalkan kewajibanku sebagai Muslimah.
Dan mulai sekarang aku akan merubah semuanya, dimulai pada pagi hari aku bangun lebih awal, yaitu pukul 04:30. Aku bangun tidur langsung mengambil wudhu dan meaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibanku sebagai Muslim. Ke sekolah aku juga membawa mukena untuk sholat di mushola sekolah. Lusi, Maria, Diana, dan Nada mentertawakanku saat aku keluar kelas dengan membawa mukena, dan aku juga masih ingat apa yang mereka katakan padaku.
“OMG, sejak kapan dia Sholat? Emang dia tau caranya Sholat? Hahaha,” Maria terbahak-bahak mentertawakanku.
“Kalian kenapa sih? Emang salah ya kalau aku Sholat? Apa kalian juga mau ikut Sholat?”, ajakku.
“Iuh, ogah banget. Ntar kalo udah tua aja Sholatnya”, sinis Nada padaku.
“Ya ampun, ko kamu gitu banget sih Nada?”
“Emang kenapa? Masalah buat loe?”, balas Nada.
Aku meninggalkan mereka dan menuju ke mushola untuk Sholat Dzuhur. Aku tidak peduli apa yang mereka katakan tadi. Karena aku hanya ingin menjadi diriku sendiri.
Sudah seminggu lebih aku selalu melaksanakan Sholat, dan langkah keempat sudah aku jalankan.
Selanjutnya langkah kelima pun aku lakukan. Saat itu aku baru mulai berpikir tentang orang tuaku, tentang papa dan mama ku yang bekerja keras untuk menyekolahkanku. Dan aku tau mereka pasti mengharapkan aku berprestasi disekolah. Tapi apa yang aku lakukan? Aku hanya bisa menghabiskan uang nya saja dengan membeli barang-barang yang tidak penting, spa disalon, dan banyak hal yang membuatku menghanbur-hamburkan uang.
Aku mulai berpikir kritis tentang orang tuaku, meski pun papaku bekerja sebagai akuntan disalah satu bank, dan ibuku seorang pembawa acara berita disalah satu stasiun televisi, tapi pekerjaan mereka tidaklah mudah. Papaku harus lembur setiap akhir bulan karena bank akan tutup buku. Betapa aku tidak memikirkan papaku yang bekerja dari pagi smapai pagi lagi hanya untuk sesuap nasi. Ya Allah, aku merasa bersalah sekali pada mereka berdua. Dari situ aku mulai memperhatikan mereka, setiap sore aku selalu membuatkan makanan untuk mama dan papa. Itu sudah menjadi kebiasaanku dirumah. Mama dan papa pun sangat terkejut melihat perubahanku. Tapi mama dan papa juga bangga dengan perubahan sikapku.
Aku akan terus seperti ini, akan terus peduli dan perhatian kepada mama dan papa.
          Sudah menuju akhir, langkah keenam pun berjalan.
Aku mulai belajar mandiri dalam segala hal, dari mulai mencuci baju, mencuci sepatu, mencuci tas, membereskan kamar, merapihkan rumah, mengerjakan PR, semua nya aku lakukan sendiri. Meskipun ada beberapahal yang sulit, aku mencoba minta bantuan kepada mama. Mama mengajariku semuanya, dan aku sekarang merasakan betapa capeknya mama membereskan rumah sendirian. Dan sekarang mama tidak perlu repot-repot untuk merapihkan rumah, mencuci baju-bajuku, mencuci sepatu-sepatuku, dan semuanya, termasuk memasak. Aku selalu bangun jam 4 subuh, aku menyempatkan untuk merapihkan tempat tidur, membersihkan isi rumah dan memasak. Aku tidak mau kalau sampai mama yang mengerjakan semua pekerjaan berat itu, karena aku tau mama sudah penat dengan pekerjaannya.
Langkah terakhir, aku sudah terbiasa dengan semua daftar yang aku buat sendiri. Dan aku tinggal fokus belajar untuk UN (Ujian Negara). Yaa.. walau pun aku masih semester V (lima), tapi apa salahnya jika aku belajar lebih giat.
Aku mempunyai target untuk kelulusanku. Pertama, aku akan memperbaiki semua nilai-nilaiku yang jeleknya gak ketulungan. Aku mulai belajar dengan serius, memperhatikan setiap perkataan guru dan mencoba berlatih dirumah.
Dan ketika ulangan harian Biologi aku mendapatkan nilai 8, itu pertama kalinya aku mendapat nilai 8 dalam pelajaran Biologi. Sebelumnya nilai ulangan Biologiku hanya 4 dan 5,6 saja. Aku sangat bersyukur sekali karena aku sudah mulai mengerti sedikit demi sedikit pelajaran Biologi. Dan ketika ulangan harian Matematika aku mendapatkan nilai 7, meskipun masih dibawah KKM, tapi ini lebih baik dibandingkan nilai ulangan harianku sebelumnya yang hanya mendapat nilai 3. Aku sangat senang dengan perkembanganku dalam belajar. Dan pada semester V (lima) ini aku mendapat peringkat ke 5. Dan pada semester VI (enam), aku mendapat peringkat ke 3.
Aku sangat banga dengan semua ini, karena selama aku masuk sekolah SMA, aku tidak pernah berprestasi bahkan tidak pernah mendapat peringkat.
Dan tiba saatnya Ujian Negara (UN), ada 4 mata pelajaran yang di uji kan, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan IPA.
Semua soal UN sudah aku habisi, dan aku tinggal menunggu hasilnya saja.
Dan setelah itu, kelulusan pun diadakan dan kepala sekolah menyebutkan nama siswa-siswi yang mendapat nilai terbaik. Aku sangat terkejut ketika kepala sekola menyebut namaku sebagai juara ke 3. Aku, papa, dan mama sangat senang seklai, dan untuk pertama kali nya aku mendapat juara di sekolah ini.
Aku sangat sangat sangat tidak menduga semuanya akan menjadi lebih baik seperti in. Lalu aku memutuskan untuk kulian di jurusan HI (Hubungan Internasional) di Universitas Negeri di Bandung. Setelah aku masuk kuliah, banyak perubahan yang aku alami. Aku merasa aku berbeda dengan mahasiswa lainnya, aku merasa aku bisa menaklukkan semua matakuliah di jurusan ini. Dan aku bangga dengan diriku.


Pesan:
Jika kalian tidak bisa menjadi orang yang pintar, maka jadilah orang yang baik.

JUWITA DESI DWI RAHAYU HERRY SAPUTRI

Cerpen-Muzizat itu Nyata



MUZIZAT ITU NYATA

         

Sejak aku lahir, aku sudah sering sakit-sakitan. Dari mulai sakit liver, jantung, dan masalah di bagian pencernaan. Saat itu lahir dengan berat badan 11 0ns, dan panjang 37cm . Kelahiranku dibantu oleh dokter Purnomo.
Aku lahir dismatur (kelebihan umur). Dari lahir sampai umurku 7 bulan, aku dirawat dirumah sakit Panti Rapih Yogyakarta, aku tidak bisa pulang kerumah dulu karena kondisiku yang belum membaik. Selama 7 bulan didalam inkubator, setiap hari mama memberikanku ASI melalui selang yang dipasangkan dibadanku.
Mama selalu setia merawatku, menungguku di rumah sakit. Terkadang kakek, bude, dan om ku juga ikut menjagaku dirumah sakit.
Setiap hari mama berdoa untuk kesembuhanku, mama tidak pernah berhenti meminta kesembuhanku.
Pihak rumah sakit pun berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk kesembuhanku.
Sampai-sampai mamaku meminta kepada rumah sakit untuk segera mengambil tindakkan untuk segera menanganiku.
“Dokter, saya minta sembuhkan anak saya. Kenapa dokter tidak segera mangambil tindakan?”
“Maaf bu, kami bisa mengambil tindakkan jika kondisi anak ibu sudah memungkinkan”
“Dokter, saya bisa bayar berapa pun untuk kesembuhan anak saya, tapi saya mohon dok, lakukan yang terbaik untuk anak saya”
“Iya ibu, saya tau. Tapi untuk hal ini, saya ingin ibu mengerti keadaannya”
Mama hanya bisa menangis sambil melihatku yang terbaring dengan beberapa selang yang terpasang ditubuh mungilku.
Mama tidak pernah menghubungi papa, bahkan papa sudah meninggalkan mama saat mama sedang mengandungku.
Aku bisa mengerti bagaimana perasaan mama saat itu, yang seharusnya seorang suami berada disamping istri nya saat istrinya melahirkan. Tapi papa malah tidak ada. Bahkan papa pun tidak tau ketika mama melahirkanku.
Seharusnya ketika aku lahir, papa mengadzaniku, tapi papa malah tidak berada disampingku saat aku lahir. Hanya kakek yang mendampingi mama diruang bersalin.
Kakek juga yang mengadzaniku, dan tentu saja kakek dari mamaku.
Aku tidak pernah melihat kakek dan nenek dari papaku, bahkan mendengar suaranya saja aku tidak pernah, sampai saat ini.
          Semua keluargaku sangat menyayangiku, sehingga mereka pun memberikan nama yang indah dan cantik untukku, nama yang penuh arti, Jelita Desi Natalia. Ya, itu lah namaku. Jelita artinya gadis yang cantik, Desi artinya Desember karena aku lahir bulan Desember, dan Natalia artinya Natal karena tanggal kelahiranku sama dengan hari natal.
Betapa mereka sangat menyayangiku dengan tulus, aku tidak pernah kehausan akan cinta dari keluargaku, termasuk mama dan kakakku. Karena keluarga kecil yang aku punya hanya mama dan kakakku.
Saat malam hari ketika semua orang akan tidur, dokter mengetuk pintu kamar tempat aku dirawat.
“Maaf bu malam-malam begini saya mengganggu. Tapi ada hal penting yang ingin saya sampaikan tentang anak ibu”
“Kenapa dok? Anak saya sudah sembuh? Apa sudah bisa dilakukan tindakan?” tanya mama dengan rasa penasaran.
“Maaf ibu, tapi bukan itu yang ingin saya sampaikan. Sebelumnya, saya dan dari pihak rumah sakit mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami sudah melakukan yang terbaik untuk anak ibu. Tapi anak ibu tetap saja tidak ada perkembangan. Jadi kami memutuskan untuk mengembalikan anak ibu untuk dirawat dirumah saja”
“Apa dokter? Tapi kenapa? Saya yakin anak saya bisa sembuh jika dirawat disini dok”
“Maaf bu, pihak rumah sakit termasuk saya sudah tidak sanggup menangani anak ibu. Dan besok siang, anak ibu sudah boleh pulang”.
Betapa sedihnya mama saat mendengar semua itu dari dokter. Mama tidak bisa tidur semalaman, mama hanya menangis dan menangis. Tapi disela-sela mama menangis, ada orang yang mengetuk pintu kamar dan mama segera membukakannya.
Mama sangat terkejut karena yang datang adalah leluhurku, beliau mendatangi mama untuk memberi tau obat untuk kesembuhanku. Mereka berbicara dalam bahasa jawa. Tapi aku akan tuliskan artinya.
“Nak, jangan susah jangan sedih. Setelah sholat subuh nanti, kamu harus cari biji kemangi sama gula aren. Lalu seduh dengan air hangat, minumkan itu setiap pagi dan sore kepada Jelita, insyaAllah Jelita akan segera sembuh”
“Iya mbah, saya pasti akan lakukan, apapun demi kesembuhan anak saya”, kata mama sambil menunduk memberi hormat pada beliau.
Dan ketika mama melihat kedepan, beliau sudah tidak ada.
“Mbah, mbah dimana?”
Mama mencoba mencari beliau tapi sudah tidak ada. Dan mama langsung menelefon bibinya untuk mencarikan biji kemangi dan gula aren untukku nanti pagi.
Keesokan harinya, bibi dari mamaku datag membawakan semuanya, dan mamaku langsung menyeduhnya dan meminumkannya padaku. Tak lama setelah itu, dokter dan suster datang untuk memeriksaku. Dan Subhanallah, doktek bilang aku sudah sembuh.
“Ibu, ini benar-benar muzizat. Semuanya sudah normal, seperti bayi yang baru lahir dengan normal. Tapi saya minta ibu jangan membawa anak ibu pulang dulu, karena kami harus memantau perkembangannya. Ini sangat luar biasa bu”
“Baik, kalau begitu”.
Hari pertama aku meminum ramuan itu, sudah ada perubahan. Dan semakin hari semakin membaik. Ini semua berkat Tuhan.
Sampai akhirnya dokter mengizinkan aku pulang. Betapa bahagianya mama dan kakakku ketika membawa ku pulang. Dan ternyata dirumah sudah ada acara pengajian untukku. Ternyata bude, pakde, dan kakekku sudah menyiapkan acaranya.
Aku sangat berterimakasih kepada keluargaku yang sangat menyayangiku..



JUWITA DESI DWI RAHAYU HERRY SAPUTRI

Cerpen-Flying Without Wings



FLYING WITHOUT WINGS

            Sejak kecil aku sangat ingin sekali terbang seperti burung, tapi aku tidak mempunyai sayap untuk terbang. Dan mustahil rasanya jika aku punya sayap.
Aku sering bercerita kepada ibu tentang keinginanku
“Bu, aku ingin sekali terbang seperti burung. Tapi aku tidak punya sayap. Bagaimana cara aku bisa terbang bu?”, tanyaku polos.
“Sayang, kamu bisa terbang tanpa sayap. Tidak harus seperti burung”
“Benarkah? Jadi kapan aku bisa terbang? Aku ingin sekali mengelilingi dunia bersama ibu dan ayah. Aku ingin kita semua bisa terbang”
“Iya nak”. Kata ibu dengan mata berkaca-kaca.
Aku benar-bernar ingin terbang seperti burung, tidak perlu membayar untuk biaya transportasi, dan tidak merepotkan ibu dan ayahku.
Aku juga bereritahu tentang keinginanku pada ayah.
“Ayah, aku ingin terbang seperti burung. Bagaimana caranya?”
“Kamu akan terbang nak, bahkan kamu akan terbang lebih tinggi dari burung-burung di langit. Asalkan kamu berusaha supaya kamu bisa terbang”
Apa yang dikatakan ayah itu benar, aku tau maksudnya. Aku harus belajar lebih giat lagi supaya aku bisa menjadi orang yang berhasil. Dan jika aku sudah berhasil, aku bisa kemana saja, bahkan aku bisa membawa ibu dan ayahku keliling dunia.
            Di pagi yang cerah ini aku akan mulai belajar di perguruan tinggi, aku diterima di perguruan tinggi ini karena aku mengikuti jalur bidik misi, dan aku diterima.
Aku tidak perlu membayar uang SPP, uang praktek, dan yang lainnya. Sedikit demi sedikit aku bisa mengurangi beban kedua orangtuaku. Malah aku mendapat uang bulanan dari pemerintah, itu semua cukup untuk keperluanku. Dan aku juga selalu memberikan separuh uang bulananku pada ibu dan ayah.
Di perguruan tinggi ini aku mengambil jurusan Ekonomi, jurusan yang sangat bergengsi dan banyak diminati mahasiswa.
Aku sangat beruntung bisa masuk ke jurusan itu, karena matakuliahnya tidak terlalu sulit bagiku, dan aku bisa mengikutinya dengan baik.
Disana aku dekat sekali dengan dosen bahasa inggris, namanya Mrs.Lida.
Mrs. Lida sangat baik padaku, dia sudah menikah dan mempunyai 2 anak, sempat beberapa kali aku di undang untuk berkunjung kerumahnya. Disana kami mengobrol tentang banyak hal. Dan Mrs.Lida memberitahuku untuk mengikuti lomba debat bahasa inggris.
“Kamu mau ikut lomba debat bahasa inggris gak?” tanya Mrs.Lida datar.
“Mau mis, tapi dimana? Kapan? terus daftarnya ke siapa?”
“Tenang, tenang, tenang. Jangan buru-buru. Daftarnya ke saya”
“Aku mau ikut mis, plis.. boleh kan”
“Boleh, bentar dulu ya. Saya mau ambil formulir sama syarat-syaratnya”
Akhirnya Mrs.Lida datang dan menyuruhku mengisi formulir dan memberikan kertas yang berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi.
 Aku langsung mendaftarkan diri ke Mrs.Lida. Aku juga memberitahu ibu dan ayahku. Mereka sangat mendukung, lega sekali rasanya jika restu orang tua sudah berada ditangan.
Aku langsung memenuhi persyaratannya. Lalu aku mendapat jadwal test nya. Ternyata test nya 4 hari lagi, dan semoga saja aku diterima.
Saat yang ditunggu tunggu telah tiba, aku mengikuti test pukul 11 siang dan aku harus menunggu hasilnya sekitar jam 2. Setelah lama menunggu akhirnya aku dipanggil kembali masuk ke ruangan, dan akhirnya aku diterima untuk mengikuti lomba itu.
Perlombaan akan dimulai 1 minggu lagi, jadi aku harus mempersiapkan semuanya dengan matang.
Seminggu kemudian aku mengikuti lomba, dan hasilnya langsung diumumkan hari itu juga. Aku menjadi salah satu peserta yang memenangkan perlombaan itu. Aku juara 1. Dan hadiah yang sangat spesial sudah menungguku, yaitu aku bisa pergi ke London untuk traveling. Aku sangat senang dan langsung memberitahukan kepada ibu dan ayah.
“Ayah, ibu aku menang lomba”, teriakku bahagia.
“Syukurlah nak, kamu pasti dapat beasiswa lagi ya?” tanya ayah dengan penuh harapan.
“Bukan ayah, aku tidak dapat beasiswa. Tapi aku dapat apa yang selama ini aku mau. Aku akan pergi ke London. Itu berarti aku akan terbang naik pesawat”.
“Benarkan kata ayah, kamu pasti bisa terbang, walau tanpa sayap”
“Iya ayah, ini semua karena dukungan dari ibu dan ayah. Aku sangat sayang pada kalian”
Aku, ibu, dan ayah saling berpelukkan.

Dan keesokan harinya, aku pergi untuk mengurus paspor.
Akhirnya, impianku untuk terbang seperti burung tercapai, dan benar kata ayah, aku bisa terbang tanpa sayap, dan aku bisa terbang lebih tinggi dari burung.
Dan tulisan ini aku buat saat aku berada di London.


Jangan berhenti bermimpi
Jangan berhenti meraih mimpimu
Kejar dan kejar terus
Setiap orang yang punya mimpi,
pasti punya jalan untuk meraihnya
.




JUWITA DESI DWI RAHAYU HERRY SAPUTRI